Kamis, 21 April 2011

ANALISIS EKONOMI TERHADAP PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK CIPTA INDONESIA

Judul : Analisis Ekonomi Terhadap Penyelesaian Pelanggaran Hak Cipta Indonesia

Pengarang/Penulis : Budi Agus Riswandi

Alamat/Sumber Jurnal :

Review Jurnal :

Hukum hendaknya tidak hanya dilihat sebagai suatu tekhnik untuk menyatakan pendapat, tetapi hukum adalah bagian untuk mendorong tujuan kepentingan sosial. Dalam kelangkaan ekonomi mengasumsikan bahwa individu atau masyarakat akan berusaha untuk memaksimalkan segala sesuatu yang ingin mereka capai dengan melakukan sesuatu sebaik mungkin dalam keterbatasan sumber. Hukum hak cipta merupakan salah satu bagian dari hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.

Hukum hak cipta adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang mengatur dan melindungi kreasi manusia dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Ide dasar sistem hak cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia yang lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya berlaku kepada ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat didengar, dilihat atau dibaca.

Di Indonesia, pengaturan hukum sejumlah hak cipta diatur dan didasarkan pada ketentuan UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Di dalam UU Hak Cipta permasalahan hukum berhubungan dengan masalah karya cipta. Dari mulai ruang lingkup hak cipta, subjek hak cipta hingga pada sanksi hukum bagi para pelanggar hak cipta. Berkembangnya pemikiran atas analisis ekonomi terhadap hukum pada prinsipnya telah memberikan wacana baru dalam bidang hukum, terutama hukum ekonomi.

Selanjutnya berhubungan dengan analisis ekonomi terhadap penyelesaian pelanggaran hak cipta, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam hal penyelesaian pelanggaran hak cipta apabila ditinjau dari pendekatan analisis ekonomi, Nampak adanya aturan yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Di lain pihak, dengan adanya aturan UU No. 19  Tahun 2002 yang relatif baru ini ternyata mampu menghadirkan aturan-aturan yang mampu memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan, baik si pencipta, pemegang hak cipta, dan pemerintah.

Rabu, 20 April 2011

RPENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INTERNALISASI NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KOTA MALANG

RIVIU JURNAL :


Judul : Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan pada Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Malang
Pengarang / penulis : Agung Winarno, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang
Alamat / sumber jurnal: http://fe.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/agung_winarno5.pdf
Review :
Pendidikan yang berbasis kewirausahaan adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah internalisasi nilai-nilai pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi dengan perkembangan yang terjadi baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakatnya serta penggunaan model dan strategi pembelajarnn yang relefan dengan tujuan pembelajaranyan itu sendiri. Lembaga pendidikan tidak boleh hanya bertugas melahirkan banyaknya lulusan, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah seberapa besar lulusanya itu dapat menolong dirinya sendiri dalam menghadapi tantangan di masyarakat atau dengan kata lain sekolah haruslah meningkatkan kecakapan hidup lulusannya (Anwar,2004)
Seseorang yang memiliki jiwa wirausaha adalah mereka yang didalam kepribadiannya telah terinternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan, yakni kepribadian yang memiliki tindakan kreatif sebagai nilai, gemar berusaha, tegar dalam berbagai tantangan, percaya diri, memiliki self determination atau locus of control.
Kecenderungan sikap atau nilai-nilai kewirausahaan yang dimiliki siswa berdasarkan hasil tes menunjukkan angka yang relatif belum optimal hal ini mengindikasikan bahwa sikap kewirausahaan siswa belum terbentuk dengan baik.
Hasil analisis kurikulum yang digunakan oleh SMK menunjukkan bahwa kompetensi yang ingin dicapai dengan sajian materi pelajaran kewirausahaan, menunjukkan sedikit sekali materi yang diarahkan pada pembentukan sikap/nilai namun lebih kepa penambahan wawasan kewirausahaan dan keterampilan mengelola bisnis.
Bahan ajar yang dipergunakan sebagai referensi guru untuk matadiklat kewirausahaan sangat terbatas, dari yang ada apabila dikaji berdasarkan pembentukan nilai juga relatif terbatas, sebagian buku mendukung penambahan pengetahuan tentang wirausaha serta keterampilan mengelola usaha. Model pembelajaran yang digunakan guru, hasil penelitian juga menunjukkan minimnya variasi dan tidak banyak yang menyentuh penggunaan model yang mengarah pada pembentukan nilai-nilai (afeksi)

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PENEBANGAN HUTAN SECARA LEGAL ( ILLEGAL LOGGING)

RIVIU JURNAL :


Judul     : Tinjauan Kriminologi Terhadap Penebangan Hutan Secara Liar (Illegal Logging)
Penulis  : Heryanti, Universitas Haluoleo Kendari
Sumber: http://jurnal.unhalu.ac.id/download/heryanti/TINJAUAN%20KRIMINOLOGI%20TERHADAP%20PENEBANGAN%20HUTAN%20SECARA%20LIAR.pdf
Review :
Masalah penegakan hukum dapat dibahas dari segi peraturan perundang-undangan,segi aparat penegak hukum dan segi kesadaran masyarakat yang terkena peraturan itu. Kajian terhadap UUPLH dan perangkat peraturan perundang-undangan lingkungan mengungkapkan banyak kelemahan dan kerancuan perumusan yang memerlukan pemahaman secara proporsional, khususnya dalam menerapkan sanksi pidana yang bertujuan untuk menjerakan para pelanggar hukum lingkungan supaya tidak mengulangi kesalahannya.
Lingkungan hidup adalah Anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat merupakan Karunia dan Rahmat-Nya wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan masyarakat serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Oleh karena itu, hakikat sanksi pidana adalah sarana atau alat untuk memidana(menghukum) secara fisik dan materiil para pencemar lingkungan yang terbukti bersalah melanggar hukum. Akan tetapi sanksi pidana dalam hukum lingkungan adalah sebagai alternatif sanksi terakhir (ultimum remedium) dan bukan pula sanksi utama (premium remedium) setelah sanksi administratif dan sanksi perdata tidak mampu diterapkan dan menjerakan para pencemar lingkungan hidup. Penanggulangan atau “penyembuhan” yang dilakukan oleh hukum pidana merupakan penyembuhan/pengobatan simptomatis bukan pengobatan kausatif sehingga pemidanaan (pengobatan) terhadap para pelanggar hukum bersifat individual/personal dan tidak bersifat fungsional/struktural (Arif, 1998 :49).
Sebab, pemanfaatan lingkungan untuk pembangunan adalah sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasidan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.
Makna hakiki penegakan hukum (law enforcement) adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan hukum disini adalah pemikiran-pemikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum yang bakal diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Rahardjo, 1983:15). Penegakan hukummemuat aspek legalitas dari suatu peraturan atau undang-undang yang diterapkan pada setiap orang dan atau badan hukum dengan adanya perintah, larangan dan sanksi yang dapat dikenakan terhadap para pelanggarnya yang terbukti bersalah berdasarkan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam rangka penegakan hukum lingkungan yang berkaitan erat dengan kemampuan petugas penegak hukum dan keputusan warga masyarakat terhadap peraturan hukum lingkungan yang berlaku (ius constitutum) dalam pelaksanaannya di lapangan (iusoperatum) dan meliputi tiga bidang hukum, yaitu administrasi, perdata dan pidana pada perusakan/pencemaran lingkungan. Upaya penyelematan lingkungan yang asri tergantung pada kesadaran bersama, baik pemerintah, pengusaha dan dunia usaha maupun masyarakat setempat yang peduli dengan lingkungan hijau sebagai warisan dan titipan anak cucu kelak.

KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) FENOMENA GLOBAL : SUATU KAJIAN ASPEK HUKUM

Judul : Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Fenomena Global: Suatu Kajian Aspek Hukum
Penulis : Hasim Purba, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Sumber/Link: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17175/1/equ-agu2006-11%20%281%29.pdf
Review:
Salah satu fenomena global yang sedang hangat dibicarakan adalah pelaksanaan program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sebagai negara kepulauan yang terletak pada posisi silang dunia, negara Indonesia yang diapit dua Benua yaitu Benua Asia dan Australia serta dua Samudera yaitu Samudera Fasifik dan Samudera Hindia, menjadikan Indonesia berada pada posisi strategis ditengah garis khatulistiwa. Posisi geografis yang strategis tersebut menjadikan Indonesia sangat sulit menghindar dari interaksi masyarakat Internasional dalam lingkup global. Proses globalisasi juga berkembang saat ini dengan pola damai melalui pembentukan berbagai organisasi kerjasama perdagangan baik yang bersifat Internasional seperti GATT/WTO, GATS, maupun regional seperti APEC, AFTA, IMT-GT dan lain-lain.
INDONESIA DAN PERDAGANGAN GLOBAL
Awal tahun 1990-an merupakan suatu pembukaan era baru yang sangat historis dalam sejarah dunia modern. Perkembangan kehidupan global yang ditandai dengan timbulnya berbagai kelompok/blok kekuatan kerjasama ekonomi seperti GATT/WTO, Kerjasama Ekonomi Asia Fasifik (APEC), NAFTA (Persetujuan Perdagangan Bebas Amerika Utara), AFTA menuntut berbagai negara termasuk Indonesia untuk dapat bergabung dan bekerjasama dengan negaranegara lain yang tergabung dalam organisasi tersebut.
KEK SEBAGAI PELUANG DAN ANCAMAN
Namun dalam pelaksanaannya hubungan kerjasama penanaman investasi asing mengalami ketimpangan dalam pembagian keuntungan, di mana porsi keuntungan biasanya jauh lebih besar bagi negara investor, sehingga negara penerima investasi hanya memperoleh bagian yang sangat minimum; hal ini juga dikhawatirkan dalam praktek KEK yang akan dilaksanakan.Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yang pernahdikembangkan pemerintahan sebelumnya adalah Pembentukan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) dibeberapa Provinsi di Indonesia seperti: Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET) di Indonesia (Listiyorini, 2006: 15)

KEK sebagai Ancaman
Di samping kita menelaah KEK sebagai peluang, tentunya program KEK juga mengandung berbagai kelemahan yang dapat menjadi ancaman bagi negara penerima KEK termasuk seperti Indonesia. Berbagai aspek yang rentan berbenturan dengan program KEK perlu mendapat perhatian serius, seperti aspek hukum, aspek sosial budaya, aspek politik termasuk aspek pertahanan dan keamanan, jadi dengan demikian masalah KEK tidak tepat apabila kita hanya tinjau dari perspektif keuntungan ekonomi belaka, tapi berbagai aspek tersebut di atas juga harus mendapat telaahan secara proporsional.
Program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai fenomena global sulit untuk dihempang, karena dalam program KEK terdapat dua pihak yang sebenarnya saling membutuhkan. Negara-negara maju sangat berkepentingan untuk mengembangkan jangkauan kegiatan perekonomiannya baik yang dilakukan secara Goverment to Goverment (G to G) maupun yang dilakukan oleh perusahaan Transnasional sebagai investor; sementara dipihak negara-negara berkembang atau negara-negara terbelakang pada umumnya membutuhkan dukungan investasi asing dalam mengolah sumber daya alam yang ada dinegerinya guna mengembangkan perekonomian negara yang bersangkutan. Namun dalam pelaksanaannya hubungan kerjasama penanaman investasi asing mengalami ketimpangan dalam pembagian keuntungan, di mana porsi keuntungan biasanya jauh lebih besar bagi negara investor, sehingga negara penerima investasi hanya memperoleh bagian yang sangat minimum; hal ini juga dikhawatirkan dalam praktek KEK yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus mampu memperjuangkan posisi tawar kita, sehingga dalam pelaksanaan KEK, Indonesia juga memperoleh manfaat keuntungan yang signifikan dan proporsional, di samping itu Indonesia juga harus terhindar dari sapi perahan negara maju/investor asing dalam program KEK tersebut.

AKTUALISASI FUNGSI HUKUM PIDANA DALAM ERA EKONOMI GLOBAL

RIVIU JURNAL :

Judul : AKTUALISASI FUNGSI HUKUM PIDANADALAM ERA EKONOMI GLOBAL
Penulis : Natangsa Surbakti, SH.,MHum.Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Review  :
 Liberalisasi perdagangan sebagai bagian dari proses menuju ekonomi global, menuntut pula dilakukan perubahan pada sistem hukum yang berlaku. Liberalisasi yang menandai beralihnya sistem ekonomi negara dari planned economy menuju market economy,mensyaratkan model pengaturan yang lebih sesuai dengan mekanis medan dinamik pasar yang bercorak liberal dan demokratis. Dalam situasi ekonomi yang berlangsung dalam bingkai marketeconomy, regulasi atau pengaturan aktivitas ekonomi dilakukan dengan memfungsikan hukum ekonomi serta ditopang oleh hukum pidana.
Perubahan corak ekonomi ini yang menuntut perubahan pada sistem hukumnya, tidak serta merta dapat berlangsung cepat dan mudah. Jika perubahan dalam pengelolaan aktivitas ekonomi dapat dilakukan dengan relatif mudah, maka fungsionalisasi sistem hukum baik hukum ekonomi maupun hukum pidana lebih memerlukan keseksamaan. Hal ini disebabkan, sistem hukum dimasa Orde Baru dengan model planned economy cenderung tidak memberikan jaminan kepastian hukum, sementara model marketeconomy sebagai model ekonomi masa mendatang di era ekonomi global dan pasar bebas, mensyaratkan dengan sangat adanya jaminan kepastian hukum ini.Untuk memenuhi tuntutan kepastian hukum ini, reformasi hukum merupakan conditio sine qua non, prasyarat mutlak yangharus disiapkan. Hukum pidana sebagai bagian dari sistem peradilan pidana, yang berfungsi mem-back up bekerjanya hukum ekonomi, dengan sendirinya merupakan bidang hukum yang harus mengalami banyak pembenahan mendasar, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum.

ASPEK-ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

RIVIU JURNAL :


Judul  : Aspek-Aspek Hukum Ketenagakerjaan Dalam Pembangunan Industri Pariwisata Sebagai Industri Gaya Baru Dalam Rangka Menciptakan Lapangan Kerja
Penulis  : Atje, Suherman, Sarinah, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaraan
Sumber :http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/LEMLIT%20JURNAL%20ASPEK%20HK%20KETENAGAKERJAAN.pdf
Review :
Titik berat perekonomian dewasa ini telah beralih dari revolusi klasik pada jaman revolusi industri dan industri abad ke 19 menuju kepada suatu era industri yang sana sekali berbeda dan baru yang didasarkan kepada ilmu-ilmu yang baru. Industri yang baru itu mempunyai dimensi-dimensi dan persepsi-persepsi yang bervariasi pula. Salah satu dari industri gaya baru tersebut yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan memperluas kesempatan kerja adalah industri pariwisata. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan empiris yaitu selain menggunakan bahan kepustakaan dan peraturan-peraturan yang berlaku, juga mengadakan penelitian ke lapangan untuk mengetahui sejauhmanakah sector pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja. Meskipun industri pariwisata besar sekali andilnya bagi pemerintah dalam membuka lapangan kerja, namun berdasarkan penelitian, masih banyak kendala-kendala yang menghambat kelancaran dunia usaha kepariwisataan baik dari masyarakat pencari kerja maupun dari aparat pemerintah sendiri
Perkembangan usaha Kepariwisataan di Provinsi daerah Tingkat I Jawa Barat sangat besar peranannya dalam menampung tenaga kerj. Dari sekian banyak pencari kerja, sebagian dapat disalurkan pada usaha kepariwisataan. Meskipun industri pariwisata besar sekali andilnya bagi pemerintah dalam membuka lapangan kerja, namun masih banyak kendala-kendala yang menghambat kelancaran dunia usaha kepariwisataan baik dari masyarakat pencari kerja maupun dari aparat pemerintah sendiri. Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur latihan kerja.
Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut diperlukan adanya koordinasi yang baik antara para pelaku proses produksi barang dan jasa ( pekerja, pengusaha, pemerintah ) yang berkaitan dengan kepariwisataan dan diperlukan adanya pendidikan, pembinaan, penyuluhan dan pelatihan kepariwisataan secara berlanjut dan berkesinambungan serta hendaknya pemerintah menyederhanakan birokratisasi

RIFIU JURNAL

Perlindungan Hak-hak Konsumen pada Kasus Bahan Bakar Minyak (BBM)
Oleh: Mochamad Soef, SH., S.HI


Berdasarkan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pelaku usaha merupakan setiap orang perseorangan atau badan hukum yang didirikan dan bekedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan koperasi, BUMN, korporasi, importir, pedagang, distributor, dll.
Dalam tatanan hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban konsumen yaitu pasal 4 dan 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. Serta hak dan kewajiban pelaku usaha yang tertera pada pasal 6 dan 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999.

Konsumen dilindungi haknya untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan. Banyaknya minyak oplosan yang beredar, harus menjadi perhatian pemerintah, karena hal itu tentu akan merugikan konsumen sebagai pemakai. Pelayanan yang benar dan jujur, serta tidak diskriminatif juga merupakan hak-hak konsumen yang harus diperhatikan.